Fatchul Mu’in

Spektrum pemikiran

PEMBINAAN BAHASA DALAM KELUARGA

Posted by fatchulfkip on October 8, 2008

Oleh Fatchul Mu’in
(Dosen FKIP Unlam Banjarmasin)

Bulan Oktober telah kita kenal sebagai bulan bahasa. Bulan Oktober bagi bangsa Indonesoa memiliki arti histories tersendiri. Hal ini dikarenakan bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia mengangkat sumpah, antara lain: menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sebagai peneersus kita hendaknya tetap menggalang persatuan, sebagaimana yang dicita-citakan oleh pemuda puluhan tahun silam. Secara khusus kita hendaknya terus membina bahasa yang telah diikrarkan sebagai bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.
Membina bahasa Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab para pakar bahasa yang berkecimpung dalam dalam bahasa dan sastra Indonesia, tetapi juga menjadi tanggung jawab semua putra dan putri Indonesia yang cinta tanah air, bangsa dan bahasa. Dengan perkataan lain, membina bahasa Indonesia itu menjadi kewajiban kita semua, bangsa Indonesia.
Membina bahasa Indonesia bisa dimulai dari keluarga. Keluarga, terutama para kaum ibu, sangat mungkin untuk memberikan bimbingan berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar sudah sering kita dengar, tetapi belum tentu pemahaman dan penafsiran kita sama tentang makna ungkapan itu. Seperti yang pernah disampaikan oleh Dr. Durdje Durasid (1990), bahwa berbahasa yang baik adalah berbahasa yang mengandung nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya; sedangkan berbahasa yang benar adalah berbahasa yang secara cermat mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.
Peran Keluarga
Sejak lahir manusia telah memiliki potensi bawaan untuk mampu berbahasa. Potensi bawaan itu sering dikenal dengan Language Acquisition Device (LAD) atau Alat Pemerolehan Bahasa. LAD dapat berfungsi bila sejak dilahirkan manusia itu berada di lingkungan manusia, lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang terkecil adalah keluarganya. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam proses belajar seseorang (anak). Di antara anggota-anggota keluarga itu, orang yang paling berperan adalah kaum ibu (wanita).
Wanita yang secara tradisional diakui memegang peranan penting dalam menentukan kedudukan sosial anak-anaknyaa, sudah menjadi pengakuan umum. Wanita memantau dan membimbing anak-anak menjadi peka terhadap norma-norma yang berlaku. Wanita selalu mengajarkan perilaku, termasuk perilaku berbahasa, kepada anak-anaknya. Wanita selalu mencegah anak-anak yang berbahasa tidak baik (mengucapkan kata-kata jorok atau tabu). Hal-hal itu semacam itu dilakukan wanita karena ia sangat dekat dengan anak-anaknya. Jadi, yang tahu segala gerak gerik anak-anak itu adalah wanitaa (ibu). Maka, wajarlah bila wanita diakui sebagai pemegang peranan sangat penting dalam membina anak-anaknya, termasuk membina bahasanya.
Bila anak-anak sudah memiliki kemampuan berbahasa yang cukup baik, dalam arti mereka sudah menguasai kaidah-kaidah bahasa dan menggunakannya untuk berinteraksi sosial, maka keluarga, terutama ibu, secara sedikit demi sedikit mengarahkan cara-cara berbahasa yang baik. Bagaimana mereka harus berbahasa dengan orang yang lebih tua, bagaimana mereka harus berbahasa dalam situasi tertentu, dan sebagainya dapat diarahkan oleh keluarga.

Tutur Lengkap dan Tutur Ringkas
Tutur lengkap (elaborated code) dan tutur ringkas (restricted code) adalah dua istilah yang dimunculkan oleh Basil Berstein dari London University. Menurut Berstein, tutur lengkap cenderung digunakan dalam situasi-situasi seperti debat formal atau diskusi akademik. Sedangkan, tutur ringkas cenderung digunakan dalam suasana tidak resmi seperti dalam suasana santai.
Dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa oleh seseirang anak, maka tutur lengkap dan tutur ringkas perlu diangkat ke permukaan. Tutur lengkap tentu saja mengandung kalimat-kalimat yang lengkap dan sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah sintaktis yang ada. Ungkapan-ungkapan dinyatakan secara jelas. Perpindahan dari kalimat yang satu ke kalimat yang lainnya terasa runtut dan logis, tidak dikejutkan oleh faktor-faktor non-kebahasaan yang aneh-aneh.
Tutur ringkas sering mengandung kalimat-kalimat pendek, dan biasanya hanya dimengerti oleh peserta tutur. Orang luar kadang-kadang tidak dapat menangkap makna tutur yang ada, sebab tutur itu sangat dipengaruhi antara lain factor-faktor non-kebahasaan yang ada pada waktu dan sekitar pembicaraan itu berlangsung. Bahasa yang dipakai dalam suasana santai antara sahabat karib, sesama anggota keluarga, antar teman, biasanya berwujud singkat-singkat seperti itu.
Keluarga sangat berpengaruh dalam proses belajar bahasa si anak. Dia akan dapat berbahasa secara baik, dalam arti, dapat menggunakan tutur lengkap bila keluarganya (sebagaimana disarankan oleh Berstein) bukan positional family, yakni keluarga yang penentuan segala keputusan tergantung pada status formal dari setiap anggota keluarga itu. Keluarga yang demikian itu cenderung mengakibatkan perkembangan kemampuan berbahasa si anak akan terhambat, karena ia tidak bisa bebas mengutarakan pendapat atau gagasannya. Lebih-lebih, bila orang tuanya sangat berlaku keras atau kejam terhadap anak-anaknya, maka hal ini akan berdampak kurang baik bagi si anak; dia akan cenderung merasa minder bila akan berbicara baik dengan orang tuanya, gurunya, maupun dengan sesama temannya. Sebagai akibatnya, dia hanya mampu menghasilkan tutur ringkas saja. Pada waktu menginjak usia sekolah, dia terasa sulit mengutarakan gagasannya bahasa yang jelas dan dengan tutur lengkap, kurang atau tidak memiliki keberanian yang memadai untuk berbicara sehingga dia akan mau membuka mulutnya bilamana keadaan memaksa untuk itu. Dan, sangat mungkin bahwa tuturannya hanya ala kadarnya atau seperlunya.
Keluarga yang ideal dalam kaitan dengan pembinaan kemampuan berbahasa adalah keluarga yang person-oriented, yakni keluarga yang segala permasalahan dibicarakan dan didiskusikan bersama anggota-anggota keluarga. Gagasan atau pemikiran masing-masing anggota keluarga sangat dihargai. Keluarga yang demikian itu memungkinkan adanya komunikasi yang terbuka dan diskusi kecil tentang berbagai masalah yang ada di sekelilingnya. Si anak pun tidak merasa takut menceritakan berbagai pengalaman yang dialaminya.Dan, sementara si anak bercerita, orang tua membimbing anaknya dalam menggunakan bahasa sehingga tanpa disadari si anak memiliki kemampuan berbahasa yang baik, dengan tutut lengkap.

Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Keluarga
Umumnya, anak-anak Indonesia mempelajari bahasa daerah pada usia prasekolah;. mereka mempelajari bahasa Indonesia di sekolah. Pada saat si anak memperoleh pengajaran bahasa Indonesia di sekolah, keluarga dapat memantau anak-anak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di samping tetap membina bahasa daerah , keluarga harus mulai membina bahasa Indonesia anak-anaknya, dengan memberikan perhatian yang wajar terhadap bahasa Indonesia.
Karena kebanyakan anak-anak Indonesia itu sebelum mempelajari bahasa Indonesia, telah menguasai bahasa daerah mereka masing-masing, maka metode komparatif dapat dipakai untuk mengajarkan bahasa Indonesia, yakni dengan membandingkan antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesi. Melalui bahasa daerah dapat diajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia sejak sumpah pemuda itu terus mengalami perkembangan dan kini semakin mantap. Kemakinmantapan bahasa Indonesia itu tidak lain karena para pakar bahasa kita berupaya terus menerus untuk menyempurnakan bahasa kita, bahasa Indonesia. Maka dari itu, agar bahasa kita, bahasa Indonesia, tetap terbina maka selain para guru, khususnya guru bahasa, dan para pakar bahasa, keluargapun harus juga memikul tanggung jawab untuk membina bahasa Indonesia.
Keluarga juga harus mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada anak-anaknya. Membina bahasa Indonesia baku di lingkungan kelauarga sebagai langkah awal, dapat mempercepat laju perkembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dikatakan demikian, karena proses pemerolehan bahasa pada anak banyak tergantung pada atau dipengaruhi oleh keluarga. Sehingga, pendidikan dan pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat dimulai di lingkungan keluarga, sehingga diharapkan beberapa tahun mendatang generasi penerus mampu bernalar dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sekarang kita mengenal istilah prokem. Prokem adalah semacam bahasa identitas remaja sekarang. Bahasa ini mampu mengungkapkan rahasia di antara mereka. Orang luar sering tidak bisa memahami istilah-istilah yang diungkapkan mereka. Kata-kata bapak diganti dengan bokap, ibu diganti dengan nyokap, orang tua diganti dengan ortu. Masih banyak lagi istilah-istilah jorok yang disingkat agar tidak terdengar tabu oleh mereka. Hal semacam ini menunjukkan pula, bahwa pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar perlu dilakukan di lingkungan keluarga, agar nantinya remaja kita bisa menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

*) Tulisan ini pernah dimuat di Surat Kabar Harian Dinamika Berita, 25 Oktober 1994

Leave a comment